Refleksi Keberadaan Bahasa Kei. Bahasa merupakan alat yang paling utama dalam berkomunikasi karena, bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang penting dalam kehidupan. Kehidupan tanpa bahasa dipastikan lumpuh, karena hubungan dan komunikasi tidak ada. Untuk memahami sesuatu diperlukan adanya bahasa. Seseorang akan mampu berkomunikasi dengan orang lain apabila menggunakan bahasa yang dipahami. Oleh karena itu, jika salah satu pihak tidak memahami bahasa yang digunakan oleh orang lain, maka komunikasi keduanya menjadi putus, karena pesan-pesan yang terkandung dalam bahasa pihak pertama tidak dipahami oleh pihak kedua. Bahkan karena kurang paham terhadap bahasa dapat menimbulkan salah pengertian dan salah paham antara kedua belah pihak.
Tanpa bahasa, pesan yang disampaikan tidak mungkin dipahami. Oleh karena itu, bahasa merupakan pendukung mutlak bagi keseluruhan penguasaan kehidupan manusia. Tidak ada suatu pengetahuan apapun dapat disampaikan dengan efisien kecuali lewat media bahasa.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang masyarakatnya sangat majemuk atau pluralis. Kemajemukan bangsa Indonesia dapat dilihat dari dua perspektif yaitu horisontal dan vertikal. Dalam perspektif horisontal, kemajemukan bangsa kita dapat dilihat dari perbedaan agama, etnis, bahasa daerah, geografis, pakaian, makanan dan budayanya. Sementara, dalam perspektif vertikal, kemajemukan bangsa kita dapat dilihat dari perbedaan tingkat pendidikan, ekonomi, pemukiman, pekerjaan, dan tingkat sosial budaya, (Usman Pelly dan Asih Menanti : 1994).
Kemajemukan merupakan ciri khas bangsa Indonesia. Seperti diketahui, Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan jumlah pulau terbesar di dunia, yang mencapai 17.667 pulau besar dan kecil. Dengan jumlah pulau sebanyak itu, maka wajarlah jika kemajemukan masyarakat di Indonesia merupakan suatu keniscayaan yang tidak bisa dielakkan. Dan perlu disadari bahwa perbedaan tersebut merupakan karunia dan anugrah Tuhan. Dalam segi bahasa, meskipun setiap warga Negara Indonesia berbicara dalam satu bahasa nasional, namun kenyataannya terdapat 350 kelompok etnis, dengan beragam bahasa daerah yang dimiliki, (Choirul Mahfud : 2010)
Bahasa daerah merupakan ciri khas suatu daerah atau disebut juga kearifan lokal yang tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat yang ada di daerah tersebut. Kearifan lokal ini kemudian lahir sebagai sebuah hasil cipta, karya, dan karsa manusia yang dibumikan dan dilestarikan serta dijadikan sebagai kebiasaan sehari-hari bagi masyarakat setempat. Terlebih bahasa sebagai alat komunikasi, maka bahasa mempunyai peran penting dalam masyarakat.
Bahasa kei merupakan bahasa yang digunakan oleh masyarakat yang mendiami kepulauan kei, daerah ini sendiri berada di sebelah timur Indonesia yaitu tepatnya di provinsi Maluku. Di dalam kepulauan kei terdapat dua daerah otonom pemerinthan yaitu Kab. Maluku Tenggara dan Kota Tual. Bahasa kei atau “veveu evav” (sebutan bahasa kei dalam bahasa daerah kei), sudah ada dan digunakan sejak ratusan tahun yang silam hingga saat ini masih dilestarikan. Pelestarian bahasa ini tidak terlepasa dari nilai-nilai historis dan nilai-nilai falsafah adat yang masih dipegang teguh.
Pada dasarnya bahasa mempunyai fungsi yang sama, baik itu bahasa daerah maupun bahasa nasional, fungsinya yaitu sebagai alat komunikasi dan penghubung, namun dalam perkembangannya bahasa Nasional digunakan dalam aktifitas formal, agar penyampaian pesan dapat dipahami oleh semua yang berada dalam kegiatan formal tersebut, dan bahasa daerah hanya digunakan oleh komunitas tertentu. Penggunaan bahasa daerah ini biasanya digunakan untuk kegiatan upacara adat atau kegiatan adat lainnya, dan percakapan sehari-hari.
Pada awalnya bahasa kei sebagai bahasa daerah digunakan dengan baik dan diketahui oleh keseluhuran masyarakat kei, namun pada perkembangannya bahasa kei direduksi oleh modernitas dan bahasa nasional. Penggunaan bahasa kei secara perlahan mulai menghilang, kebanyakan menggunakan bahasa melayu dalam dialek Maluku. Hanya sebagian kecil masyarakat kei yang menggunakan bahasa kei sebagai bahasa sehari-hari. Ada yang beranggapan bahwa bahasa kei adalah bahasa kuno yang telah ketinggalan zaman, sedangkan bahasa Indonesia, bahasa inggris atau bahasa lainnya dianggap sebagai bahasa modern yang memiliki nilai yang lebih tinggi dari bahasa kei.
Dalam kajian bahasa, semua bahasa yang digunakan bangsa dunia merupakan bahasa yang terlahir sejak ribuan tahun yang silam, bahasa-bahasa ini terlahir dengan dipengaruhi oleh budaya daerah setempat. Bahkan bahasa-bahasa tersebut dipergunakan sebelum bahasa kei ada. Pada awalnya bahasa di dunia hanya satu, namun karena manusia mengalami perkembangan dan penyebaran penduduk, maka bahasa dunia mulai beragam dan terpilah-pilah. Keberagaman bahasa dunia inilah yang melahirkan bahasa kei.
Realitas penggunaan bahasa kei saat ini sangat memprihatinkan, orang mulai mersa “gengsi” untuk menggunakan bahasa kei, padahal bahasa kei setara dengan bahasa lainnya, yang memiliki fungsi dan peran yang sama. Yang membingungkan lagi orang yang terlahir dari rahim kei dan menetap lama di kei tidak dapat memahami penggunaan bahasa daerah. Apakah bahasa kei itu sangat sulit untuk dipelajari? Ataukah bahasa kei tidak dibudayakan dalam kehidupan keseharian? Jika bahasa kei ini menghilang, maka siapa yang akan bertanggung jawab atas musnahnya, sebagai akibat dari kurangnya perhatian terhadap peninggalan leluhur.
Sebagai bahasa bangsa dunia, bahasa kei merupakan rumpun dari bahasa Malanesia yang mempunyai peran dalam memperkaya bahasa yang ada di dunia dan memperkaya budaya Indonesia, yang selama ini digariskan sebagai bagian dari keberagaman budaya bangsa. Keberagaman ini perlu untuk dilestarikan dan diperkanalkan kepada dunia luar bahwa bahasa kei bukan sekedar bahasa yang digunakan dalam komunitas kei akan tetapi dijadikan sebagai warisan dunia yang terlestari dengan baik.
Generasi muda sebagai pelanjut dari generasi tua sudah saatnya untuk memperhatikan keberadaan bahasa kei. Gerakan pembaharuan atas penggunaan bahasa kei perlu dilakukan dalam rangka melestarikan budaya bangsa yang kalau mau ditinjau hampir punah. Sebagian besar anak muda kei saat ini tidak dapat berkomunikasi dengan menggunakan bahasa kei. Ini diakibatkan karena belum ada kesadaran atas pentingnya bahasa daerah. Padahal bahasa daerah adalah identitas diri yang dapat memberikan pengakuan atas kesukuan kita. Apalah artinya suatu komunitas kesukuan jika tidak ditandai dengan identitas diri.
Terkait denga identitas diri, bahasa kei mempunyai peranan dalam memperkenalkan jati diri suku kei kepada masyarakat luar, tanpa bahasa sebagai identitas maka suku kei bagaikan perahu yang berjalan tanpa mesin, hingga dengan mudah diombang-ambing oleh ombak dan arus lautan. Suku kei akan dianggap remeh oleh suku lain jika bahasanya telah musnah, bahkan nanti suku kei akan menjadi tamu di dalam rumah sendiri jika tidak dapat bersaing dengan suku lain.
Gerakan pembaharuan sebagaimana penulis sebutkan di atas, menjadi awal dari gerakan yang dilakukan untuk menjaga eksistensi bahasa kei di kepulauan kei. Gerakan ini dilakukan dengan cara membuat rekayasa sosial.