Konstruktivisme yang merupakan landasan filosofis pendekatan contextual teacing and lerning (CTL) adalah pengetahuan dibangun sendiri oleh siswa dalam struktur kognitifnya dan memberikan makna melalui pengalaman nyata.
Menurut Yeger (Susilo, 2000) praktek pembelajaran kondtruktivetik oleh guru menghasilkan siswa yang mencapai banyak tujuan pembelajaran, tujuan pembelajaran termasuk adalah penguasaan konsep-konsep dasar (yang bukan berarti hanya menghafal saja atau mengenal kembali defenisi), penggunaan keterampilan proses dasar (dasar situasi baru), kemampuan untuk menggunakan, menginterprestasi, dan mendintesis informasi; peningkatan keterampilan kreatif (bertanya, menyarankan penyebab, memprediksi konsekuensi); dan pengembangan sikap positif terhadap sains, sekolah, kelas, guru dan karir.
Pendekatan konstruktivis didalam tujuan pembelajaran berorentasi melatih siswa untuk dapat berfikir kritis dan terampil dalam memproses pengetahuan agar dapat menentukan dan menciptakan sesuatu yag bemanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Dengan bekal berfikir kitis dan mempores pengetahuan yang diperoleh, juga siswa diharapkan dapat memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan nyata dengan cara menemukan berbagai alternatif solusi masalah.
Dari segi strategi pembelajaran, bahwa penyajian materi ditekankan pada penggunaan pengetahuan secara bermakna yang mengikuti urutan dari keseluruhan ke bagian-bagian. Pembelajaran lebih banyak diorentasikan untuk meladeni pertanyaan-pertaanyaan atau pandangan siswa, aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada data primer dan bahan menipulatif dengan penekanan pada keterampilan berfikir kritis dalam hal : menganalisis, membandingkan, menggeneralisasi, memprediksi, dan menghipotesis.
Di dalam prakteknya pendekatan konstruktivitik terhadap evaluasi pembelajaran ditentukan pada penyususnan makna secara aktif yang melibatkan keterampilan terintegrasi dengan menggunakan masalah dalam konteks nyata, yang berorentasi untuk menggali munculnya berfikir divergen pada diri pelajar dan pemecaahan masalah atas berbagai macam jalan solusi masalah.
Menurut Yeger (Susilo,2000) merinci praktek-praktek konstruktivik ini menjadi 4 aspek sebagai berikut :
a. Perencaanaan kegiatan
1) Mencoba mengenali dan menggunakan pertanyaan serta ide-ide siswa untuk mengarahkan pelajaran dan unit-unit pembelajaran seluruhnya. 2) Menerima dan menggalakkan siswa untuk memulai menyampaikan ide-ide. 3) Menggalang kepemimpinan oleh siswa, kerja sama antara siswa, pencarian sumber informasi, dan pengambilan tindakan nyata sebagai hasil proses pembelajaran
b. Strategi dalam kelas
1) Menggunakan pemikiran, pengalaman, dan minat siswa untuk mengarahkan pembelajaran ( hal ini seringkali berarti mengubah rencana pembelajaran yang telah disiapkan guru). 2) Menggalakkan pemanfaatan sumber-sumber informasi alternatif berupa materi tertulis dan "pakar" selain buku teks, dan 3) Menggunakan pertanyaan terbuka.
c. Kegiatan siswa
1) Menggalakkan siswa untuk mengelaborasi petanyaan dan jawaban mereka. 2) Menggalakkan siswa untuk menyarankan sebab-sebab dari suatu peristiwa dan situasi. 3) Menggalakkan siswa untuk memprediksi konsekuensi. 4) Menggalakkan siswa untuk menguji ide mereka sendiri, misalnya menjawab pertanyaan serta, membuat dugaan-dugaan mengenai penyebab, dan membuat prediksi-prediksi mengenai konsekuensi.
d. Teknik mengajar
1) Mencari ide-ide siswa sebelum menyebut ide-ide guru atau sebelum mempelajari ide-ide dari buku teks atau sumber-sumber lain. 2) Menggalakkan siswa untuk saling membandingkan dan memberi ide dan konsep teman-temannya. 3) Meggunakan stategi pembelajaran kooperatif yang menekankan kalaborasi, menghormati individualitas dan penggunaan taktik pembagian kerja. 4) Menggalakkan pemberian waktu yang cukup untuk melakukan refleksi dan analisis. 5) Menghargai dan menggunakan semua ide yang dikemukakan siswa. 6) Menggalakan analisis pribadi, pengumpulan bukti-bukti nyata untuk mendukung ide, perumusan kembali ide setelah ada pengamalan dan bukti.
Berdasarkan penjelasan tersebut, penerapan pendekatan konstruktivis dalam proses belajar sosiologi sangat relevan, melihat karakteristik dari sosiologi itu sendiri. Pendekatan kostruktivis yang berorentasi pada pemusatan perhatian pada masalah bagaimana guru membangun pengetahuan siswa. Dalam hal ini, pengetahuan siswa dibangun berawal dari pengalaman yang sudah terstruktur dalam memberikan interprestasi terhadap obyek dan kejadian yang ada di lingkungannya (Nurhaayati, 2000: 55).
Salah satu contoh model mengajar yang merujuk pada pandangan kontruktivime mengenai pembentukan pengetahuan adalah model mengajar yang dilakukan oleh Novick (Muhammad Natsir, 1998 : 12). Model mengajar tersebut mempunyai pola umum sebagai berikut.
a. Fase pertama “Exposing alternativ framenwork” (mengungkap konsep awal)
Menurut Novick, belajar konsep sosial melibatkan akomodsi kognitif terhadap konsep awal (alternatice frame work) siswa. Tugas guru dalam pembelajaran adalah mengetahui dengan pasti konsep awal siswa secara individual terhadap topik sosiologi yang sedang dipelajari. Bila tidak sesuai dengan konsep yang diterima oleh umumnya ilmuan, maka guru harus berusaha memodifikasi menuju konsepsi yang sesuai dengan konsep ilmuan. Banyak cara yang dilakukan oleh guru untuk mengungkap konsepsi awal siswa mengenai topik yang akan dipelajari, salah satu diantaranya adalah cara verbal yakni, mengajukan pertanyaan yang bersifat meminta informasi. Misalnya apa yang terjadi jika .., menurut kamu apa yang menyebabkannya. Cara ini dapat dilakukan oleh guru secara lisan maupun tulisan (tes untuk uraaian atau multiple choise). Cara kedua, adalah memperhatikan fenimena sosial tertentu dapat berupa model atau kejadian asli, kemudian menugaskan mereka menjawab pertanyaan tertentu sesuai dengan pikirannya.
b. Fase kedua, “creting conceptual conflict” (menciptakan konflik konseptual)
Guru hendaknya menciptakan konflik konseptual dalam pembelajaran sebab hanya dengan adanya konflik tersebut siswa tertantang untuk belajar, dengan kata lain mereka merasakan tidak puas terhadap kenyataan yang sedang dihadapinya. Penciptaan konflik dalam pembelajaraan dapat dilakukan oleh guru dengan mengajar siswa berdiskusi baik dalam kelompok kecil maupun kelompok besar memberikan kegiatan kepada siswa berdiskusi baik dalam kelompok kecil maupun besar memberikan kegiataan kepada siswa (misalnya melakukan percobaan yang hasilnya membantu konsepsi siswa yang tidak ilmiah). Peran guru dalam pembelajaran jika salah satu dari kedua cara tersebut digunakan adalah membantu siswa menjelaskan ide-idenya kepada siswa yang lain yang terlibat dalam diskusi, membimbing siswa dalam melakukan percobaan dan mengarahkan interprestasi siswa terhadap pengamatan yang telah mereka lakukan.
c. Fase ketiga, “encouranging cognitive akomodasi” (mengupayakan terjadinya akomodasi kognitif).
Mendorong terjadinya akomodasi dalam struktur kognitif siswa dalam pembelajaran perlu dilakukan agar pikiran mereka kembali kondisi equilibrium. Hal ini dapat dilakukan oleh guru dengan cara menyediakan suatu pengalaman belajar. Misalnya, percobaan yang lebih menyakinkan mereka membawa konsepsinya kurang tepat. Untuk sampai tahap menyakinkan siswa, guru perlu menggunakan pertanyaan yang bersifat menggali konsep siswa misalnya : apa yang anda maksud dengan ..., mengapa ..., bisa terjadi , dan sebagainya.
Lebih lanjut Nurhayati (2000:52) mengemukakan bahwa dalam perencanaan pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme perlu dipilih atau dikembangkan satuan atau unit aktivitas, mengembangkan sasaran, dan merencanakan pelajaran. Beberapa perinsip perencanaan yang umum yang dapat membantu dalam siswa mengembangkan keterampilan berpikirnya dan belajar sains dengan penuh arti adalah : (i) memberikan berbagai kegiatan kepada siswa agar dapat belajar; (ii) menggunakan kosa kata secara khusus untuk mengenalkan konsep setelah siswa memperoleh pengalaman pertama dengan siswa lain; (iii) berinteraksi dengan siswa lain, dan (iv) pengalaman belajar difokuskan kepada anak dan didorong untuk menemukan konsep.
Dalam pelaksanaannya, pendekatan konstruktif memiliki lima prinsip pembelajaran, yaitu : (i) menghindarkan siswa dari faktor-faktor potensial yang memberikan efek negatif dalam pembelajaran; (ii) menyediakan situasi dan kondisi belajar yang mendorong timbulnya sikap mandiri dan bekerja sama diantara siswa; (iii) menanamkan motivasi belajar pada siswa aktivitas belajar pada aktivitas belajar itu sendiri; (iv) meningkatkan pengaturan belajar oleh siswa sendiri serta proses restrukturisasinya; dan (v) mengarahkan siswa untuk mengikuti proses belajar yang intensif.
Strategi mengajar yang cocok untuk pendekatan kontruktivisme memiliki enam langkah dasar yang tidak harus diaksanakan secara berurutan. Setiap langkah dapat menjadi masukan untuk langkah sebelumnya. Keenam langkah tersebut adalah : (i) melakukan curah pendapat mengenai suatu masalah atau topik; (ii) mendefinisikan pertanyaan atau fenomena khusus; (iii) melakukan curah pendapat mengenai sumber-sumber untuk memperoleh informasi; (iv) menggunakan sumber tadi untuk mengumpulkan informasi; (v) melakukan tindakan nyata. Keenam langkah tersebut dilakukan oleh siswa, sedangkan guru sebagai fasilitator.
Menurut Yeger (Susilo, 2000) praktek pembelajaran kondtruktivetik oleh guru menghasilkan siswa yang mencapai banyak tujuan pembelajaran, tujuan pembelajaran termasuk adalah penguasaan konsep-konsep dasar (yang bukan berarti hanya menghafal saja atau mengenal kembali defenisi), penggunaan keterampilan proses dasar (dasar situasi baru), kemampuan untuk menggunakan, menginterprestasi, dan mendintesis informasi; peningkatan keterampilan kreatif (bertanya, menyarankan penyebab, memprediksi konsekuensi); dan pengembangan sikap positif terhadap sains, sekolah, kelas, guru dan karir.
Pendekatan konstruktivis didalam tujuan pembelajaran berorentasi melatih siswa untuk dapat berfikir kritis dan terampil dalam memproses pengetahuan agar dapat menentukan dan menciptakan sesuatu yag bemanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Dengan bekal berfikir kitis dan mempores pengetahuan yang diperoleh, juga siswa diharapkan dapat memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan nyata dengan cara menemukan berbagai alternatif solusi masalah.
Dari segi strategi pembelajaran, bahwa penyajian materi ditekankan pada penggunaan pengetahuan secara bermakna yang mengikuti urutan dari keseluruhan ke bagian-bagian. Pembelajaran lebih banyak diorentasikan untuk meladeni pertanyaan-pertaanyaan atau pandangan siswa, aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada data primer dan bahan menipulatif dengan penekanan pada keterampilan berfikir kritis dalam hal : menganalisis, membandingkan, menggeneralisasi, memprediksi, dan menghipotesis.
Di dalam prakteknya pendekatan konstruktivitik terhadap evaluasi pembelajaran ditentukan pada penyususnan makna secara aktif yang melibatkan keterampilan terintegrasi dengan menggunakan masalah dalam konteks nyata, yang berorentasi untuk menggali munculnya berfikir divergen pada diri pelajar dan pemecaahan masalah atas berbagai macam jalan solusi masalah.
Menurut Yeger (Susilo,2000) merinci praktek-praktek konstruktivik ini menjadi 4 aspek sebagai berikut :
a. Perencaanaan kegiatan
1) Mencoba mengenali dan menggunakan pertanyaan serta ide-ide siswa untuk mengarahkan pelajaran dan unit-unit pembelajaran seluruhnya. 2) Menerima dan menggalakkan siswa untuk memulai menyampaikan ide-ide. 3) Menggalang kepemimpinan oleh siswa, kerja sama antara siswa, pencarian sumber informasi, dan pengambilan tindakan nyata sebagai hasil proses pembelajaran
b. Strategi dalam kelas
1) Menggunakan pemikiran, pengalaman, dan minat siswa untuk mengarahkan pembelajaran ( hal ini seringkali berarti mengubah rencana pembelajaran yang telah disiapkan guru). 2) Menggalakkan pemanfaatan sumber-sumber informasi alternatif berupa materi tertulis dan "pakar" selain buku teks, dan 3) Menggunakan pertanyaan terbuka.
c. Kegiatan siswa
1) Menggalakkan siswa untuk mengelaborasi petanyaan dan jawaban mereka. 2) Menggalakkan siswa untuk menyarankan sebab-sebab dari suatu peristiwa dan situasi. 3) Menggalakkan siswa untuk memprediksi konsekuensi. 4) Menggalakkan siswa untuk menguji ide mereka sendiri, misalnya menjawab pertanyaan serta, membuat dugaan-dugaan mengenai penyebab, dan membuat prediksi-prediksi mengenai konsekuensi.
d. Teknik mengajar
1) Mencari ide-ide siswa sebelum menyebut ide-ide guru atau sebelum mempelajari ide-ide dari buku teks atau sumber-sumber lain. 2) Menggalakkan siswa untuk saling membandingkan dan memberi ide dan konsep teman-temannya. 3) Meggunakan stategi pembelajaran kooperatif yang menekankan kalaborasi, menghormati individualitas dan penggunaan taktik pembagian kerja. 4) Menggalakkan pemberian waktu yang cukup untuk melakukan refleksi dan analisis. 5) Menghargai dan menggunakan semua ide yang dikemukakan siswa. 6) Menggalakan analisis pribadi, pengumpulan bukti-bukti nyata untuk mendukung ide, perumusan kembali ide setelah ada pengamalan dan bukti.
Berdasarkan penjelasan tersebut, penerapan pendekatan konstruktivis dalam proses belajar sosiologi sangat relevan, melihat karakteristik dari sosiologi itu sendiri. Pendekatan kostruktivis yang berorentasi pada pemusatan perhatian pada masalah bagaimana guru membangun pengetahuan siswa. Dalam hal ini, pengetahuan siswa dibangun berawal dari pengalaman yang sudah terstruktur dalam memberikan interprestasi terhadap obyek dan kejadian yang ada di lingkungannya (Nurhaayati, 2000: 55).
Salah satu contoh model mengajar yang merujuk pada pandangan kontruktivime mengenai pembentukan pengetahuan adalah model mengajar yang dilakukan oleh Novick (Muhammad Natsir, 1998 : 12). Model mengajar tersebut mempunyai pola umum sebagai berikut.
a. Fase pertama “Exposing alternativ framenwork” (mengungkap konsep awal)
Menurut Novick, belajar konsep sosial melibatkan akomodsi kognitif terhadap konsep awal (alternatice frame work) siswa. Tugas guru dalam pembelajaran adalah mengetahui dengan pasti konsep awal siswa secara individual terhadap topik sosiologi yang sedang dipelajari. Bila tidak sesuai dengan konsep yang diterima oleh umumnya ilmuan, maka guru harus berusaha memodifikasi menuju konsepsi yang sesuai dengan konsep ilmuan. Banyak cara yang dilakukan oleh guru untuk mengungkap konsepsi awal siswa mengenai topik yang akan dipelajari, salah satu diantaranya adalah cara verbal yakni, mengajukan pertanyaan yang bersifat meminta informasi. Misalnya apa yang terjadi jika .., menurut kamu apa yang menyebabkannya. Cara ini dapat dilakukan oleh guru secara lisan maupun tulisan (tes untuk uraaian atau multiple choise). Cara kedua, adalah memperhatikan fenimena sosial tertentu dapat berupa model atau kejadian asli, kemudian menugaskan mereka menjawab pertanyaan tertentu sesuai dengan pikirannya.
b. Fase kedua, “creting conceptual conflict” (menciptakan konflik konseptual)
Guru hendaknya menciptakan konflik konseptual dalam pembelajaran sebab hanya dengan adanya konflik tersebut siswa tertantang untuk belajar, dengan kata lain mereka merasakan tidak puas terhadap kenyataan yang sedang dihadapinya. Penciptaan konflik dalam pembelajaraan dapat dilakukan oleh guru dengan mengajar siswa berdiskusi baik dalam kelompok kecil maupun kelompok besar memberikan kegiatan kepada siswa berdiskusi baik dalam kelompok kecil maupun besar memberikan kegiataan kepada siswa (misalnya melakukan percobaan yang hasilnya membantu konsepsi siswa yang tidak ilmiah). Peran guru dalam pembelajaran jika salah satu dari kedua cara tersebut digunakan adalah membantu siswa menjelaskan ide-idenya kepada siswa yang lain yang terlibat dalam diskusi, membimbing siswa dalam melakukan percobaan dan mengarahkan interprestasi siswa terhadap pengamatan yang telah mereka lakukan.
c. Fase ketiga, “encouranging cognitive akomodasi” (mengupayakan terjadinya akomodasi kognitif).
Mendorong terjadinya akomodasi dalam struktur kognitif siswa dalam pembelajaran perlu dilakukan agar pikiran mereka kembali kondisi equilibrium. Hal ini dapat dilakukan oleh guru dengan cara menyediakan suatu pengalaman belajar. Misalnya, percobaan yang lebih menyakinkan mereka membawa konsepsinya kurang tepat. Untuk sampai tahap menyakinkan siswa, guru perlu menggunakan pertanyaan yang bersifat menggali konsep siswa misalnya : apa yang anda maksud dengan ..., mengapa ..., bisa terjadi , dan sebagainya.
Lebih lanjut Nurhayati (2000:52) mengemukakan bahwa dalam perencanaan pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme perlu dipilih atau dikembangkan satuan atau unit aktivitas, mengembangkan sasaran, dan merencanakan pelajaran. Beberapa perinsip perencanaan yang umum yang dapat membantu dalam siswa mengembangkan keterampilan berpikirnya dan belajar sains dengan penuh arti adalah : (i) memberikan berbagai kegiatan kepada siswa agar dapat belajar; (ii) menggunakan kosa kata secara khusus untuk mengenalkan konsep setelah siswa memperoleh pengalaman pertama dengan siswa lain; (iii) berinteraksi dengan siswa lain, dan (iv) pengalaman belajar difokuskan kepada anak dan didorong untuk menemukan konsep.
Dalam pelaksanaannya, pendekatan konstruktif memiliki lima prinsip pembelajaran, yaitu : (i) menghindarkan siswa dari faktor-faktor potensial yang memberikan efek negatif dalam pembelajaran; (ii) menyediakan situasi dan kondisi belajar yang mendorong timbulnya sikap mandiri dan bekerja sama diantara siswa; (iii) menanamkan motivasi belajar pada siswa aktivitas belajar pada aktivitas belajar itu sendiri; (iv) meningkatkan pengaturan belajar oleh siswa sendiri serta proses restrukturisasinya; dan (v) mengarahkan siswa untuk mengikuti proses belajar yang intensif.
Strategi mengajar yang cocok untuk pendekatan kontruktivisme memiliki enam langkah dasar yang tidak harus diaksanakan secara berurutan. Setiap langkah dapat menjadi masukan untuk langkah sebelumnya. Keenam langkah tersebut adalah : (i) melakukan curah pendapat mengenai suatu masalah atau topik; (ii) mendefinisikan pertanyaan atau fenomena khusus; (iii) melakukan curah pendapat mengenai sumber-sumber untuk memperoleh informasi; (iv) menggunakan sumber tadi untuk mengumpulkan informasi; (v) melakukan tindakan nyata. Keenam langkah tersebut dilakukan oleh siswa, sedangkan guru sebagai fasilitator.