gambar ilustrasi via pixabay.com |
Guru kadang-kadang mencap kelompok ini sebagai anak bodoh; padahal, belum tentu pandangan itu benar. Sebab-sebab kegagalan dalam belajar tentu dipengaruhi banyak faktor antara lain sikap dan kebiasaan belajar, faktor lingkungan sosial, perhatian orangtua, kompetensi guru, target kurikulum dan pembelajaran yang tidak tuntas pada level pendidikan sebelumnya dan sebagainya.
Belajar tuntas berpandangan bahwa penyebab utama menurunnya prestasi belajar adalah pada proses pembelajaran itu sendiri. Maka, perbaikan proses pembelajaran menjadi syarat mutlak. Dalam kontek itu Bloom (1982) mendefinisikan belajar tuntas itu berdasarkan asumsi bahwa sebagian besar peserta didik dapat mencapai kemampuan belajar tingkat tinggi apabila pembelajaran didekati secara sensitif dan sistimatis dan bila peserta didik dapat dibantu kapan pun dan di mana pun mereka mengalami kesulitan belajar.
Bloom berpandangan bahwa peserta didik dapat mencapai ketuntasan belajar, bila mereka diberi waktu yang cukup untuk mencapai penguasaan, dan mendapatkan kriteria tentang standar pembelajaran yang mereka capai dan apa yang mesti mereka lakukan untuk menunjang hal tersebut.
Carrol melihat adanya kaitan antara bakat dengan jumlah atau banyaknya waktu yang digunakan seorang peserta didik mempelajari suatu bahan ajar. Mereka yang bakatnya rendah akan menggunakan waktu lebih lama dibanding mereka yang berbakat tinggi. Jadi kesimpulannya: "semua anak bisa tumbuh optimal, bila diberi waktu yang cukup." Bloom dengan dasar pemikiran Carrol merinci sejumlah karakteristik belajar tuntas sebagai berikut:
1. Materi (ketuntasan) setiap bahan diartikan sebagai sejumlah obyektif. Obyektif ini merupakan wakil yang representatif dari tujuan setiap materi pelajaran;
2. Substansi setiap bahan dibagi-bagi ke dalam unit-unit belajar masing-masing berkaitan dengan tujuan;
3. Materi belajar diidentifikasi dan strategi pembelajaran disesuaikan;
4. Setiap unit disertai dengan tes diagnostik secara singkat.
5. Hasil tes digunakan sebagai pelengkap atau suplemen yang membantu aktivitas selanjutnya.
Model belajar tuntas dapat digunakan dengan baik hanya apabila tujuan pembelajarannya adalah ranah kognitif dan psikomotor. Sedangkan ranah afektif tidak sesuai menggunakan model pembelajaran tuntas karena sulit mengukurnya dalam sekejap. (Patris Rahabav: 2015)