Lev Vygotsky adalah psikolog Rusia yang banyak melaksanakan studi perkembangan anak sekitar tahun 1920an. Ia meninggal dalam usia masih relatif muda yakni 37 tahun tepatnya, pada tahun 1934. Walaupun Vygotsky belum banyak mengembangkan teorinya, akan tetapi berbagai pemikirannya sangat membantu kita memahami perkembangan anak, belajar dan praktek pembelajaran.
Asumsi dasar teori Vygotsky adalah bahwa orang dewasa di masyarakat, mendorong perkembangan kognitif anak secara sengaja dan sistimatis. Orang dewasa secara berkesinambungan melibatkan anak-anak dalam aktivitas yang bermakna dan menantang. Mereka membawa anak melakukan berbagai aktivitas dengan sukses. Vygotsky menekankan pentingnya masyarakat dan budaya mendorong pertumbuhan kognitif anak sehingga teorinya sering dikenal dengan perspektif sosiokultural (sociocukultural perspective).
Pandangan Vygotsky berbeda dengan Piaget. Menurut Piaget, anak adalah pemegang kendali pengembangan kognitifnya. Melalui proses asimilasi dan akomodasi anak mengembangkan skema yang semakin canggih dan semakin terintegrasi.
Asumsi utama teori Vygotsky dalam Ormrod (2008:59) adalah sebagai berikut.
1. Melalui percakapan informal dan sekolah formal, orang dewasa menyampaikan kepada anak bagaimana kebudayaan; bagaimana mereka menafsirkan dan bagaimana mereka merespon dunia.
2. Setiap kebudayaan menanamkan perangkat-perangkat fisik dan kognitif yang menjadikan kehidupan sehari-hari semakin produktif dan efisien.
3. Pikiran dan bahasa menjadi makin independen dalam tahun-tahun pertama kehidupan.
4. Proses-proses mental yang kompleks bermula sebagai aktivitas-aktivitas sosial; seiring perkembangan, anak-anak berangsur-angsur menginternalisasikan proses-proses yang mereka gunakan dalam konteks-konteks sosial dan mulai menggunakan secara independen.
5. Anak dapat melaksanakan tugas yang menantang bila dibimbing seorang yang lebih kompeten dan lebih maju dari mereka.
6. Tugas yang menantang akan mendorong pertumbuhan kognitif yang maksimum.
7. Permainan memungkinkan anak berkembang secara kognitif.
Selanjutnya, berikut ini akan dideskripsikan lebih lanjut asumsi-asumsi dasar Vygotsky sebagai berikut:
Pertama, Melalui percakapan informal dan sekolah formal, orang dewasa menyampaikan kepada anak bagaimana kebudayaan; bagaimana mereka menafsirkan dan bagaimana mereka merespon dunia
Kemampuan kognitif anak telah terbentuk sejak lahir. Anak melakukan penjelajahan intetektual atau membentuk peta konsepnya melalui interaksi dengan orangtua. Hal ini dimungkinkan karena orangtua adalah pendidik pertama dan utama. Melalui percakapan dengan orangtua, anak mulai diperkenalkan dengan budaya, keyakinan, termasuk menafsirkan berbagai simbol dan realitas yang ada di sekitar lingkungan tempat tinggal mereka.
Anak berasal dari budaya yang sangat multikultural. Maka, mereka akan memiliki wawasan yang berbeda antara satu dengan lainnya. Apa yang diperoleh anak dari orangtua sifatnya informal dan akan dimatangkan dalam interaksi anak dengan guru, ketika mereka masuk ke sekolah formal. Vygotsky (1962) mengatakan bahwa ...pendidikan formal menjadi sarana guru secara sistimatis menanamkan gagasan-gagasan, konsep-konsep dan terminologi-terminologi yang digunakan dalam beragam disiplin akademik.
Mencermati keanekaragaman kondisi anak di atas, pemikiran Vygotsky, mengantarkan pemahaman kita untuk merespon pertumbuhan dan perkembangan anak terutama perkembangan kognitif dengan memperhatikan keanekaragaman sosiokultural anak. Dengan demikian pandangan Vygotsy sedikit merelatifisir teori Piaget.
Kedua, Setiap kebudayaan menanamkan perangkat-perangkat fisik dan kognitif yang menjadikan kehidupan sehari-hari semakin produktif dan efisien
Dalam interaksi anak dengan orang dewasa, anak bersentuhan dengan obyek fisik dan mental. Melalui interaksi tersebut, anak mendapatkan sosialisasi, internalisasi, peneguhan tentang berbagai seri pengalaman yang bersifat simbolik dan mental yang berguna untuk menghadapi berbagai tugas dan memecahkan berbagai persoalan yang mereka hadapi.Menurut Vygotsky bahwa keberhasilan anak memperoleh perangkat-perangkat yang bersifat simbolik dan mental (cognitive tolls) secara signifikan mempertinggi kemampuan berpikir anak.
Ketiga, Pikiran dan bahasa menjadi makin independen dalam tahun-tahun pertama kehidupan
Bahasa adalah ungkapan pikiran, perasaan manusia dengan menggunakan kata-kata. Terminologi di atas, menjelaskan bahwa ada hubungan yang kuat antara pikiran dan bahasa. Dalam konteks itu kelancaran seseorang berbicara adalah refleksi dari kemampuan kognitif nya. Menurut Vygotsky anak masih kecil yang baru belajar jalan, bahasa dan pikiran merupakan dua aktivitas yang berbeda. Dalam tahun-tahun awal, aktivitas berpikir anak, terpisah bahasa. Namun, ketika mencapai usia sekitar 2 tahun, pikiran dan bahasa menjadi suatu kesatuan yang integral. Saat itu anak sering kali berbicara ke dalam diri mereka sendiri. Fenomena ini dikenal dengan istilah self talk (percakapan diri) atau private speech. Self talk memiliki fungsi penting dalam pengembangan kognitif anak.Ketika berbicara dengan diri mereka sendiri, anak belajar membimbing dan mengarahkan perilakunya dalam proses mengerjakan tugas dan proses melakukan manover-manover yang rumit persis seperti orang dewasa membimbing mereka. Self talk selanjutnya berevolusi menj
adi inner speech (percakapan ke dalam), yakni saat anak berbicara ke dalam dirinya sendiri. Secara mental dan verbal anak mengarahkan diri mereka secara mandiri tanpa orang lain tahu dan mengamatinya.
Keempat, Proses-proses mental yang kompleks bermula sebagai aktivitas-aktivitas sosial; seiring perkembangan, anak-anak berangsur-angsur menginternalisasikan proses-proses yang mereka gunakan dalam konteks-konteks sosial dan mulai menggunakan secara independen
Anak dalam interaksi sosial, melakukan aktivitas mental yang dalam bahasa Vygotsky disebut internalisasi (internalization). Proses internalisasi dilakukan anak setelah merekam segala pembicaraan, gagasan, nasehat, termasuk bagaimana cara orang dewasa mempercakapkan atau mempersepsi realitas sosial yang ada di sekitar mereka, dengan bantuan simbol-simbol atau lambang-lambang verbal dan non verbal lainnya. Anak kemudian mentransformasikan apa yang dilihat dalam interaksi sosial bersama orang dewasa sehingga pada akhirnya menjadi petunjuk untuk mengarahkan diri mereka sendiri.
Kelima, Anak dapat melaksanakan tugas yang menantang bila dibimbing seorang yang lebih kompeten dan lebih maju dari mereka
Anak adalah individu yang multy tallent. Potensi tersebut ada yang telah muncul secara aktual dan ada yang masih terpendam. Vygotsky membagi dalam dua kategori, yakni 1) tingkat perkembangan aktual (level of actual developmental), yakni batas akhir tugas yang dapat dikerjakan anak secara independen, tanpa bantuan orang lain dan 2) tingkat perkembangan potensial (level of potential developmental ), yakni batas akhir tugas yang dapat dikerjakan anak dengan bimbingan seorang yang kompeten.Menghadapi dua kategori perkembangan tersebut, menjadi PR pendidik umumnya dan guru adalah menganalisis dengan saksama potensi yang dimiliki dan memberi intervensi atau bantuan yang tepat.
Keenam, Tugas yang menantang akan mendorong pertumbuhan kognitif yang maksimum
Untuk meningkatkan kemampuan kognitif anak, perlu dirangsang dengan tugas-tugas. Tugas yang diberikan oleh pendidik kadang-kadang langsung bisa diselesaikan oleh anak secara mandiri, namun ada pula tugas yang tidak mampu diselesaikan oleh anak. Ketidakmampuan anak dalam menyelesaikan suatu tugas kemungkinan karena tugas tersebut memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi dari perkembangan mereka. Hal ini diakui Vygotsky.
Vygotsky mengemukakan bahwa makin tinggi kesulitan tugas, tidak dapat diselesaikan secara mandiri oleh anak, namun mereka dapat menyelesaikan dengan bantuan dan bimbingan orang lain. Vigotsky menyebut dengan istilah zona perkembangan proksimal (ZPP) atau zone of proximal development/ZPD. Zona perkembangan proksimal seorang anak adalah merujuk pada pemahaman bahwa dalam setiap tahap perkembangan anak ada daerah (zone) sensitif dan potensial untuk diaktualisasikan (Good & Brophy, 1990).
Zona proksimal setiap anak berkembang secara alamia dan kontinue menuju kematangan. Seiring waktu, ketika sejumlah tugas telah dikuasai, tugas-tugas yang lebih rumit dengan sendirinya akan menggantikan tugas-tugas yang telah dikuasai.Vygotsky berpendapat bahwa perkembangan kognitif bukan semata-mata transformasi dasar biologis, namun bahwa manusia memiliki fungsi psikologis tinggi yang rentan terhadap bahasa, seni, kebudayaan dan berbagai aspek inteligensi. Adaptasi yang disertai oleh asimilasi dan akomodasi seperti yang ditemukan Piaget, dilengkapi perspektif cross cultural oleh Vygotsky.
Maka, para pendidik mesti memahami dengan baik tingkat perkembangan anak sehingga memberi tugas yang selevel dengan perkembangannya. Tugas yang diberikan mesti tugas yang menantang karena akan memberi banyak manfaat bagi perkembangan kognitif anak. Sebaliknya, tugas-tugas yang terlalu rumit dan tidak sesuai dengan tingkat perkembangan anak, walaupun anak mendapat bantuan dari orang dewasa, akan tetapi hal itu tidak banyak manfaatnya bagi perkembangan kognitifnya.
Guru ketika memberi tugas, dan anak mesti dibantu oleh orang lain, hendaklah dipilih mereka yang lebih terampil seperti orang dewasa atau peserta didik yang lebih senior.Ada baiknya, tugas diberikan sesuai dengan ZPD masing-masing agar mereka tertantang untuk meningkatkan pertumbuhan kognitifnya secara optimal. Dalam kondisi tertentu, guru dapat mengelompokkan peserta didik dalam kemampuan setara. Pengelompokkan ini akan menantang mereka untuk bekerjasama, saling share kelebihan masing-masing untuk penyelesaian tugas yang diberikan.
Ketujuh, Permainan memungkinkan anak berkembang secara kogitif
Bermain merupakan bagian integral dari hidup keseharian anak. Dengan bermain anak mendapatkan pengalaman yang efektif baik dengan menggunakan alat maupun tanpa menggunakan alat. Setiap anak akan selalu bermain dengan suka rela. Dalam perspektif psikologi, anak tidak sekedar bermain asal bermain, namun anak bermain sambil belajar. Maka, lewat bermain, anak melakukan penjelajahan intelektual. Hal ini sejalan dengan pandangan (Dockett, 1996) bahwa bermain merupakan kegiatan spontan, tanpa beban. Ketika bermain, anak mengembangkan diri dalam perkembangan emosi, sosial, fisik dan intelektualnya.
Lewat bermain, anak mengembangkan kemampuan kognitifnya, mengembangkan kebiasaan menahan emosi dan kemarahan, mengembangkan kerjasama, sikap prososial dan sebagainya. Dalam bermain, anak melakukan imitasi terhadap perilaku orang dewasa. Misalnya, anak meniru perilaku ayah, rohaniwan dan sebagainya. Ketika dalam permainan kelompok, anak secara alamia menyepakati sebuah standar atau seperangkat aturan permainan.
Dengan mematuhi standar-standar seperti disebutkan, anak secara dini sambil bermain mulai belajar melakukan perencanaan, patuh pada aturan, menahan diri, komitmen dan sebagainya yang menjadi prasyarat keberhasilannya memasuki dunia orang dewasa. Pada tararan itu bermain bukan aktivitas mengisi waktu senggang anak. Sebaiknya, bermain merupakan wahana pembelajaran nilai-nilai hidup yang akan mengantarkan mereka sukses memasuki gerbang dunia orang dewasa.