Anak bukanlah orang dewasa yang kecil! Pernyataan ini mau menegaskan kepada guru dan calon guru bahwa anak adalah anak yang secara kodrati tumbuh dengan irama dan ritme perkembangan yang berbeda. Anak bukanlah robot yang bisa dikendalikan atau diformat sesuai dengan keinginan atau kehendak pendidik.
Anak lahir, tumbuh dan berkembang dengan deposit bakat dan kemampuan yang secara natural terwariskan.Kemampuan tersebut, mendapatkan penguatan ketika bersentuhan dengan lingkungan sosial dan budaya.
Dalam proses pertumbuhan dan perkembangan menjemput kedewasaan, anak dihadapkan pada berbagai problem. Sebagian anak terlahir dengan orangtua yang lengkap dan ada pula yang lahir dengan ketiadaan orangtua. Sebagian anak lahir dari keluarga dan mendapatkan kasih sayang dan kelemahlembutan dan sebagian lahir dari keluarga broken home. Sebagian anak lahir karena direncanakan oleh orangtuanya dan sebagian pula lahir karena terpaksa atau karena kecelakaan.
Sebagian anak lahir melalui proses persalinan secara normal dan ada pula yang lahir lewat operasi yang rumit. Sebagian anak lahir dan dibesarkan dalam suasana serba kecukupan dan sebagian lagi dibesarkan dalam kondisi serba kekurangan bahkan dilepaskan dengan terpaksa untuk bertarung mempertahankan hidup sendiri. Sebagian anak mendapatkan perlakukan yang adil dan sebagian lagi kehilangan haknya sejak kecil bahkan termarginalkan.
Sebagian anak tumbuh dengan bakat dan potensi kecerdasan memadai dan sebagian lagi terlahir sebagai anak yang nyaris kehilangan masa depan.Sebagian anak mendapatkan kasih sayang dan kelemahlembutan dan sebagian lagi berkembang dalam budaya kekerasan.
Itulah sekilas gambaran anak-anak kita. Pertanyaan yang patut dikedepankan adalah mengapa penting kita mempelajari perkembangan anak? Jawaban yang dapat dikemukakan adalah bahwa anak adalah pribadi yang unik. Dari pengalaman empirik, anak selalu berada dalam dua kutup yang antogonistis. Pada satu sisi, anak adalah sumber kebahagiaan keluarga dan pada sisi lainnya anak adalah petaka.
Kehadiran anak dalam setiap keluarga selalu diapresiasi, namun bersamaan dengan itu pula kadang-kadang menjadi sumber masalah. Para pendidik umumnya telah terpatri dalam pikiran mereka konsep anak baik dan anak jahat. Maka, dalam setiap perbuatan mendidik, setiap perilaku anak yang sesuai dengan kehendak pendidik akan selalu diapreasiasi dengan ungkapan anak baik, anak pintar sedangkan perilaku menyimpang diberi lebel anak jahat, anak bodoh dan seterusnya.
Dalam praktek pendidikan, para guru dan calon guru cenderung cepat mengharapkan hasil. Telah tertanam dalam benak guru dan calon guru bahwa setiap perkataan, nasihat atau petunjuk yang dikeluarkan mesti berbuah kebajikan apakah berupa penambahan pengetahuan, keterampilan atau perilaku beradab. Maka, setiap hari anak dijejali dengan pengetahuan, nasihat dan nilai-nilai moral dengan harapan mereka cepat bertumbuh sesuai dengan keinginan dan harapan pendidiknya. Guru dan calon guru bahkan pendidik umumnya berharap, anak akan tumbuh menjadi anak manis, anak sopan dan seterusnya.
Harapan guru dan calon guru bahkan pendidik, sirna ketika anak tidak memperlihatkan pertumbuhan dan perkembangan ke arah positif (sesuai kehendak pendidik).Banyak pendidik mengungkapkan ketidakpuasan bahkan rasa frustrasi bahwa anak menemukan arah dan tujuan hidup yang berbeda bahkan kontradiktif dengan harapan pendidik.
Deskripsi di atas, makin menegaskan kepada kita bahwa ada problem serius yang dihadapi guru dan calon guru bahkan pendidik kita tentang bagaimana seharusnya anak dibimbing dan diarahkan. Nampaknya, terjadi miskonsepsi dan misinterpretasi di kalangan pendidik kita bagaimana anak dibimbing untuk meraih kedewasannya.
Hal yang mesti dicamkan bahwa perkembangan anak tetap menjadi sebuah misteri. Maka, dibutuhkan kemampuan pendidik untuk menyelami dan memberi respon yang tepat. Kekeliruan dalam menyelami eksistensi anak, membuat pendidik berpeluang memberi intervensi yang keliru sehingga mengancam pertumbuhan dan perkembangan mereka.
Anak dalam pertumbuhan dan perkembangan menjemput kedewasaannya, perlu ditumbuhkan kesadaran kritisnya untuk menemukan sendiri pilihan/jalan hidupnya secara mandiri. Dalam konteks itu pemahaman pendidik tentang perkembangan anak menjadi syarat mutlak. Perkembangan oleh Santrock (2008:40) didefinisikan sebagai perubahan biologis, kognitif dan emosional yang dimulai sejak lahir dan terus berlanjut di sepanjang hayat.Dalam konteks itu memahami perkembangan anak adalah sebuah aktivitas yang bersifat life span perspective. (Patris Rahabav)