Zakat merupakan salah satu dari rukun Islam, yang merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh seluruh umat Islam, baik itu yang baru lahir maupun yang telah berumur tua. Kewajiban zakat dijelaskan oleh Rasulullah saw dalam sebuat hadits sebagai berikut:
“Islam dibangun di atas lima hal: bersaksi bahwa sesungguhnya tiada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad utusan Allah, melaksanakan shalat, membayar zakat, haji, dan puasa Ramadhan.” (HR Bukhari Muslim)
Zakat adalah kewajiban yang secara umum telah diketahui secara pasti oleh seluruh umat Islam, ketentuannya telah banyak dijelaskan dalam kitab-kitab Fiqih, sehingga jika ada umat Islam yang tidak melaksanakan kewajiban zakat maka dia merupakan orang yang ingkar sehingga disebut sebagai kufur. Syekh Muhyiddin an-Nawawi berkata:
Terjemahannya: “Kewajiban zakat adalah ajaran agama Allah yang diketahui secara jelas dan pasti. Karena itu, siapa yang mengingkari kewajiban ini, sesungguhnya ia telah mendustakan Allah dan mendustakan Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam, sehingga ia dihukumi kufur.” (Muhyiddin an-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, Mesir, al-Muniriyah, cetakankedua, 2003, jilid V, halaman: 331)
Dalam al-Quran kewajiban membayar zakat dijelaskan di dalam beberapa surat, salah satunya surat at-Taubah ayat 103 yaitu sebagai berikut:
Terjemahannya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat tersebut engkau membersihkan dan mensucikan mereka” (QS. At-Taubah: 103)
Firman Allah dalam Al-Qur'an:
Terjemahannya: "Padahal mereka tidak disuruh kecuali menyembah Allah SWT dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus." ( Q.S. Al-Bayyinah: 5)
Di ayat lain Allah berfirman:
Terjemahannya: “Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah bersama dengan orang-orang yang ruku’.” (QS. Al-Baqarah: 43)
Kewajiban dalam membayar zakat memiliki dua tijauan yaitu tinjauan penghambaan kepada Allah (ta’abbudi) dan tinjauan sosial kemasyarakatan. Zakat tidak seperti melempar jumrah saat berhaji yang hanya dilihat dari sisi penghambaan kepada Allah atau tidak pula seperti membayar hutang yang hanya berkisaran persoal sosial semata.
Tinjauan ta’abbudi dilihat dari bagaimana seorang muzakki (orang yang membayar zakat) mengkalkulasi, mendistribusi, waktu pelaksanaan, dan aturan-aturan lain yang wajib ditaati, sehingga dari sinilah zakat disejajarkan dengan ibadah mahdah lain seperti shalat, puasa, dan haji, yang kesemuanya termasuk dalam rukun Islam. Sedangkan tinjauan sosial zakat dilihat kepada objek utama yang menerimanya, dimana mereka rata-rata berada di ekonomi kelas bawah yang merupakan oran tidak mampu. Zakat sebagai pemenuhan kebutuhan hidup mustahaqqin (penerima zakat), bertujuan agar dapat memberantas kemiskinan, meningkatkan kehidupan yang layak, agar masyarakat tidak terus tergantung dengan uluran tangan orang lain, dan bahkan mereka dapat menjadi pemberi/penolong bagi orang lain yang masih dalam keadaan miskin.
Sebagaimana diketahui bahwa aturan-aturan dalam zakat bukanlah hal yang mudah, butuh pengetahuan yang mendalam sehingga bisa melaksanakan sesuai dengan prosedur yang ada dalam syariat Islam. Kalau ketentuan zakat fitra dengan mudah akan dipahami, namun ketentuan dalam zakat mal (zakat harta) yang menjadi persoalan dalam umat Islam. Pengetahuan zakat ini menjadi hal penting sehingga seorang muzakki mudah mengklasifikasi aset wajib zakat dari aset lainnya, menghitung aset yang menjadi kewajiban untuk dikeluarkan, hingga mendistribusikan kepada orang yang berhak menerimanya.
Hal ini jika tidak dilaksanakan maka, secara sosial tidak memiliki dampak negatif, namun perlu untuk diingat bahwa zakat memiliki tinjauan ta’abbudi, dimana akan dipertanggung jawabkan di hadapan Allah suatu saat kelak di akhirat nanti. Wallahu a'lam.
بُنِيَ الإِسْلامُ على خَمْسٍ: شَهادَةِ أَنْ لَا إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وأنَّ مُحَمَّداً رَسُولُ اللهِ، وَإقَامِ الصَّلاةِ، وَإيْتَاءِ الزَّكاةِ، وَالحَجِّ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ (متفق عليه)
“Islam dibangun di atas lima hal: bersaksi bahwa sesungguhnya tiada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad utusan Allah, melaksanakan shalat, membayar zakat, haji, dan puasa Ramadhan.” (HR Bukhari Muslim)
Zakat adalah kewajiban yang secara umum telah diketahui secara pasti oleh seluruh umat Islam, ketentuannya telah banyak dijelaskan dalam kitab-kitab Fiqih, sehingga jika ada umat Islam yang tidak melaksanakan kewajiban zakat maka dia merupakan orang yang ingkar sehingga disebut sebagai kufur. Syekh Muhyiddin an-Nawawi berkata:
وجوب الزكاة معلوم من دين الله تعالى ضرورة فمن جحد وجوبها فقد كذب الله وكذب رسوله صلى الله عليه وسلم فحكم بكفره
Terjemahannya: “Kewajiban zakat adalah ajaran agama Allah yang diketahui secara jelas dan pasti. Karena itu, siapa yang mengingkari kewajiban ini, sesungguhnya ia telah mendustakan Allah dan mendustakan Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam, sehingga ia dihukumi kufur.” (Muhyiddin an-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, Mesir, al-Muniriyah, cetakankedua, 2003, jilid V, halaman: 331)
Dalam al-Quran kewajiban membayar zakat dijelaskan di dalam beberapa surat, salah satunya surat at-Taubah ayat 103 yaitu sebagai berikut:
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا
Terjemahannya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat tersebut engkau membersihkan dan mensucikan mereka” (QS. At-Taubah: 103)
Firman Allah dalam Al-Qur'an:
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
Terjemahannya: "Padahal mereka tidak disuruh kecuali menyembah Allah SWT dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus." ( Q.S. Al-Bayyinah: 5)
Di ayat lain Allah berfirman:
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ
Terjemahannya: “Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah bersama dengan orang-orang yang ruku’.” (QS. Al-Baqarah: 43)
Kewajiban dalam membayar zakat memiliki dua tijauan yaitu tinjauan penghambaan kepada Allah (ta’abbudi) dan tinjauan sosial kemasyarakatan. Zakat tidak seperti melempar jumrah saat berhaji yang hanya dilihat dari sisi penghambaan kepada Allah atau tidak pula seperti membayar hutang yang hanya berkisaran persoal sosial semata.
Tinjauan ta’abbudi dilihat dari bagaimana seorang muzakki (orang yang membayar zakat) mengkalkulasi, mendistribusi, waktu pelaksanaan, dan aturan-aturan lain yang wajib ditaati, sehingga dari sinilah zakat disejajarkan dengan ibadah mahdah lain seperti shalat, puasa, dan haji, yang kesemuanya termasuk dalam rukun Islam. Sedangkan tinjauan sosial zakat dilihat kepada objek utama yang menerimanya, dimana mereka rata-rata berada di ekonomi kelas bawah yang merupakan oran tidak mampu. Zakat sebagai pemenuhan kebutuhan hidup mustahaqqin (penerima zakat), bertujuan agar dapat memberantas kemiskinan, meningkatkan kehidupan yang layak, agar masyarakat tidak terus tergantung dengan uluran tangan orang lain, dan bahkan mereka dapat menjadi pemberi/penolong bagi orang lain yang masih dalam keadaan miskin.
Sebagaimana diketahui bahwa aturan-aturan dalam zakat bukanlah hal yang mudah, butuh pengetahuan yang mendalam sehingga bisa melaksanakan sesuai dengan prosedur yang ada dalam syariat Islam. Kalau ketentuan zakat fitra dengan mudah akan dipahami, namun ketentuan dalam zakat mal (zakat harta) yang menjadi persoalan dalam umat Islam. Pengetahuan zakat ini menjadi hal penting sehingga seorang muzakki mudah mengklasifikasi aset wajib zakat dari aset lainnya, menghitung aset yang menjadi kewajiban untuk dikeluarkan, hingga mendistribusikan kepada orang yang berhak menerimanya.
Hal ini jika tidak dilaksanakan maka, secara sosial tidak memiliki dampak negatif, namun perlu untuk diingat bahwa zakat memiliki tinjauan ta’abbudi, dimana akan dipertanggung jawabkan di hadapan Allah suatu saat kelak di akhirat nanti. Wallahu a'lam.