Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam pada dasarnya melanjutkan dan menyempurnakan syariat para Nabi terdahulu, sehingga larangan terhadap mempercayai ramalan sudah ada sejak para Nabi terdahulu dan hal itu juga dilakukan oleh Rasulullah s.a.w. yang melarang umatnya untuk mempercayai ramalan atau ilmu sihir. Hal ini karena, sejak zaman dahulu hingga saat ini banyak sekali praktek paranormal dan perdukunan di wilayah arab yang bersekutu dengan jin kafir dan setan untuk melihat atau meramal nasib atau apa-apa yang akan terjadi pada masa depan, dan kehidupan manusia.
Salah satu hadis yang melarang tentang mempercayai ramalah yaitu; Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang datang kepada tukang ramal, kemudian percaya apa yang dikatakan, maka sholatnya tidak diterima selama 40 hari.” (H.R Muslim, Sunan Abu Daud, Sunan Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad)
Dalam hadis ini Rasulullah mengingatkan kepada umat Islam, bahwa ramalan merupakan perbuatan yang keji dan mungkar, sehingga sebagai umat Islam seyogyanya tidak boleh mempercayai hal itu, karena bisa mendatangkan kesyirikan kepada Allah. Selanjutnya dipertegas bahwa selama orang itu masih mempercayai ramalan maka selama 40 hari shalatnya tidak diterima, begitupula sampai seterusnya.
Hal ini jika dikaitkan dengan saat ini, banyak sekali umat Islam yang masih saja percaya dengan ramalan-ramalan yang belum jelas keakuratannya. Seperti percaya dengan kata-kata peramal yang ada di televisi, percaya pada primbon, percaya pada kedutan, percaya pada dukun yang bersekutu dengan setan, dan lain sebagainya. Padahal dengan jelas Allah menyatakan bahwa tidak ada satu manusiapun yang mengetahui perkara gaib, sebagaimana firmannya dalam al-Quran surat An Naml ayat 65 sebagai berikut.
Terjemahannya: Katakanlah: "Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah", dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan. (Q.S An Naml: 65).
Dalam surat yang lain Allah swt. menjelaskan hal yang serupa.
Terjemahannya: 26) (Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu 27) Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya. (Q.S Al Jin: 26-27).
Dari kedua ayat di atas, maka dapat dijelaskan bahwa pada dasarnya manusia memiliki kemampuan ilmu pengetahuan yang terbatas sehingga tidak dapat menemukan atau mengetahui hal-hal gaib, hanya Allah yang maha mengetahui segala sesuatu. Hal-hal gaib yang Allah ketahui ini hanya diberikan kepada para Rasul Allah yang diridhoi-Nya, sehingga manusia biasa tidak mampu menjakau masalah-masalah seperti itu.
Dalam hadis Rasulullah melarang umatnya mempelajari ilmu perbintangan untuk digunakan sebagai sihir atau ramalan. Sebagaimana sabdanya; “Barangsiapa yg mengambil bagian dari ilmu perbintangan, maka dia telah mengambil bagian dari ilmu sihir.” (HR Abu Daud dan Ibnu Majah).
Hadis ini mengandung makna bahwa mempelajari ilmu perbintangan dengan tujuan yang salah itu haram hukumnya, sedangkan mempelajari ilmu perbintangan dengan tujuan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemaslahatan manusia, itu yang dianjurkan. Wallahu a’lam.
Salah satu hadis yang melarang tentang mempercayai ramalah yaitu; Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang datang kepada tukang ramal, kemudian percaya apa yang dikatakan, maka sholatnya tidak diterima selama 40 hari.” (H.R Muslim, Sunan Abu Daud, Sunan Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad)
Dalam hadis ini Rasulullah mengingatkan kepada umat Islam, bahwa ramalan merupakan perbuatan yang keji dan mungkar, sehingga sebagai umat Islam seyogyanya tidak boleh mempercayai hal itu, karena bisa mendatangkan kesyirikan kepada Allah. Selanjutnya dipertegas bahwa selama orang itu masih mempercayai ramalan maka selama 40 hari shalatnya tidak diterima, begitupula sampai seterusnya.
Hal ini jika dikaitkan dengan saat ini, banyak sekali umat Islam yang masih saja percaya dengan ramalan-ramalan yang belum jelas keakuratannya. Seperti percaya dengan kata-kata peramal yang ada di televisi, percaya pada primbon, percaya pada kedutan, percaya pada dukun yang bersekutu dengan setan, dan lain sebagainya. Padahal dengan jelas Allah menyatakan bahwa tidak ada satu manusiapun yang mengetahui perkara gaib, sebagaimana firmannya dalam al-Quran surat An Naml ayat 65 sebagai berikut.
قُل لَّا يَعۡلَمُ مَن فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ ٱلۡغَيۡبَ إِلَّا ٱللَّهُۚ وَمَا يَشۡعُرُونَ أَيَّانَ يُبۡعَثُونَ
Terjemahannya: Katakanlah: "Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah", dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan. (Q.S An Naml: 65).
Dalam surat yang lain Allah swt. menjelaskan hal yang serupa.
عَٰلِمُ ٱلۡغَيۡبِ فَلَا يُظۡهِرُ عَلَىٰ غَيۡبِهِۦٓ أَحَدًا ٢٦ إِلَّا مَنِ ٱرۡتَضَىٰ مِن رَّسُولٖ فَإِنَّهُۥ يَسۡلُكُ مِنۢ بَيۡنِ يَدَيۡهِ وَمِنۡ خَلۡفِهِۦ رَصَدٗا ٢٧
Terjemahannya: 26) (Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu 27) Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya. (Q.S Al Jin: 26-27).
Dari kedua ayat di atas, maka dapat dijelaskan bahwa pada dasarnya manusia memiliki kemampuan ilmu pengetahuan yang terbatas sehingga tidak dapat menemukan atau mengetahui hal-hal gaib, hanya Allah yang maha mengetahui segala sesuatu. Hal-hal gaib yang Allah ketahui ini hanya diberikan kepada para Rasul Allah yang diridhoi-Nya, sehingga manusia biasa tidak mampu menjakau masalah-masalah seperti itu.
Dalam hadis Rasulullah melarang umatnya mempelajari ilmu perbintangan untuk digunakan sebagai sihir atau ramalan. Sebagaimana sabdanya; “Barangsiapa yg mengambil bagian dari ilmu perbintangan, maka dia telah mengambil bagian dari ilmu sihir.” (HR Abu Daud dan Ibnu Majah).
Hadis ini mengandung makna bahwa mempelajari ilmu perbintangan dengan tujuan yang salah itu haram hukumnya, sedangkan mempelajari ilmu perbintangan dengan tujuan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemaslahatan manusia, itu yang dianjurkan. Wallahu a’lam.