Hari itu, pada tanggal 20 November 1979, tepat jam 05.00 pagi, jamaah shalat shubuh tengah menantikan azan subuh. Belumlah juga muazin Masjid al-Haram mengumandangkan azan, tidak diduga, seseorang pria berusia 40 tahun-an, dengan 200 pengikutnya, mengatakan dengan lantang: "Sang Mahdi yang dinantikan sudah hadir." Pria yang pimpin pergerakan itu terakhir didapati bernama Juhaiman al-Utaibi.
Al-Utaibi lakukan sabotase. Ia serta pengikutnya merampas pengeras suara dari imam Masjid al-Haram, lantas mengatakan dengan keras kehadiran Sang Penebus, al-Mahdi. Gerombolan ini juga keluarkan senjata mereka.
Al-Utaibi, menyatakan beberapa ciri al-Mahdi, yang dalam keyakinan Islam akan tiba menjadi penyelamat umat manusia, ada pada mertua al-Utaibi, yakni Abdullah Muhammad al-Qahthani. Gerombolan ini berbaiat pada 'Imam al-Mahdi' palsu itu pas dibagian antara Rukun Yamani serta Maqam Ibrahim.
Masjid al-Haram, serta lokasi tawaf saat itu betul-betul mencekam. Al-Utaibi berpidato, "Wahai umat Islam, beberapa ciri al-Mahdi sudah tercukupi dalam figur yang sekarang ada diantara kalian, wahai saudara, duduklah serta berkumpullah kalian diantara Rukun Yamani serta Maqam Ibrahim. Janganlah buat gaduh. Wahai Ahmad al-Luhaibi, naiklah ke atap masjid, bila memandang ada yang menantang tembak saja,"
Sesudah itu, al-Utaibi serta gerombolannya mengatakan Masjid al-Haram sudah disabotase. Momen perebutan Masjid al-Haram berjalan cepat, kira-kira satu jam gerombolan ini sukses kuasai.
Momen ini begitu populer dalam sejarah. BBC membuat dokumentasi dengan judul "Blokade Makkah". Jejak al-Utaibi memang bukan figur yang popular. Sebelum aktif di kegiatan keagamaan serta menentukan beraliran salafi keras, ia sempat ikut serta dalam jual beli barang terlarang.
Genealogi 'pemberontak' mengalir dalam dirinya sendiri. Bapak al-Utaibi merupakan pengikut golongan Ikwan Man Atahallah, yang ikut serta dalam Perang as-Siblah, menantang pendiri Arab Saudi, Abdul Aziz bin Saud.
Al-Utaibi sempat masuk dalam militer Saudi pada umur 18 tahun, namun menetukan pilihan keluar serta mengenyam pendidikan di Kampus Madinah pada 1973. Di sinilah di berjumpa dengan al-Qahthani. Kedua-duanya mempunyai persamaan pemikiran serta mendakwahkan ide mereka pada masjid-masjid kecil di Madinah. Pengikutnya makin banyak serta bergabung dalam satu jamaah yang menyebut diri mereka al-Mutabisah.
Pembaharuan yang dilaksanakan otoritas Kerajaan Saudi, dalam pandangan al-Utaibi, cuma menjauhkan umat dari agama mereka. Hal inilah yang menjadikan al-Utaibi dan kelompoknya berpandangan, haram taati raja serta harus selekasnya mendorong timbulnya al-Mahdi, supaya umat Islam kembali pada agama mereka.
Pada saat keadaan serta situasi genting saat sabotase golongan al-Utaibi, otoritas keamanan Saudi saat itu termasuk sangatlah lambat sebab faktor-faktor diantaranya, kekosongan pejabat militer lantaran tengah berada di luar negeri, sakitnya raja Khalid, serta kurangnya kapabilitas intelijen.
Pihak Keamanan Saudi menduga situasinya biasa saja, cuma masalah kecil keamanaan. Akan tetapi, Pihak Kerajaan betul-betul mengerti keadaan begitu genting, saat satu regu keamanan yang di kirim lakukan penelusuran namun ditembak.
Saudi menerapkan status darurat. Beberapa ribu personil keamanan dikerahkan untuk mengepung Masjid al-Haram. Di hari ke-2 dari sabotase, pesawat jet tempur lalu-lalang diatas Masjid al-Haram.
Kelompok bersenjata tertekan. Mereka bergabung di lantai dasar Masjid al-Haram, mereka membakar karpet serta ban mobil untuk bikin kepulan asap. Beberapa dari gerombolan itu melumuri muka mereka dengan cairan warna hitam.
Sepanjang pengepungan itu, sebelumnya beberapa personil militer benar-benar tidak berani lakukan serangan. Hal ini sebab untuk menjaga kesucian Masjid al-Haram. Jangankan menumpahkan darah manusia, membunuh burung atau hewan apa pun tidak diperbolehkan di masjid ini. Termasuk juga kehadiran orang non-Muslim.
Akan tetapi, Dewan Ulama Saudi, pada akhirnya membuat fatwa bahwa bisa membunuh golongan yang mereka sebut sebagai 'Penjajah Masjid al-Haram'. Fatwa inilah yang pada akhirnya mengakibatkan baku tembak pada kedua pihak. Pihak keamanan Saudi dibantu oleh militer Prancis. Pertarungan dahsyat pun berlangsung.
Saat baku tembak, al-Qahthani tertembak serta diberitakan meninggal. Perihal ini ikut membuat sangsi pengikutnya mengenai kebenarannya menjadi al-Mahdi.
Pertarungan itu berjalan cukuplah alot sepanjang kira-kira 15 hari sampai pada akhirnya gerombolan bersenjata itu menyerah. Mereka kehabisan logistik amunisi serta bahan makanan.
Menurut data resmi Saudi, momen berdarah ini mengakibatkan 255 orang wafat. Akan tetapi, beberapa sumber menyebutkan jumlahnya korban jiwa sampai 1.000 orang sementara 450 orang terluka.
Pemerintah Saudi menjatuhkan sangsi hukuman mati pada 65 gerombolan bersenjata yang tertangkap. Al-Utaibi ialah orang yang pertama-tama dieksekusi mati dari kelompok itu pada 9 Desember 1980.
Sumber: republika. co.id
Al-Utaibi lakukan sabotase. Ia serta pengikutnya merampas pengeras suara dari imam Masjid al-Haram, lantas mengatakan dengan keras kehadiran Sang Penebus, al-Mahdi. Gerombolan ini juga keluarkan senjata mereka.
Al-Utaibi, menyatakan beberapa ciri al-Mahdi, yang dalam keyakinan Islam akan tiba menjadi penyelamat umat manusia, ada pada mertua al-Utaibi, yakni Abdullah Muhammad al-Qahthani. Gerombolan ini berbaiat pada 'Imam al-Mahdi' palsu itu pas dibagian antara Rukun Yamani serta Maqam Ibrahim.
Masjid al-Haram, serta lokasi tawaf saat itu betul-betul mencekam. Al-Utaibi berpidato, "Wahai umat Islam, beberapa ciri al-Mahdi sudah tercukupi dalam figur yang sekarang ada diantara kalian, wahai saudara, duduklah serta berkumpullah kalian diantara Rukun Yamani serta Maqam Ibrahim. Janganlah buat gaduh. Wahai Ahmad al-Luhaibi, naiklah ke atap masjid, bila memandang ada yang menantang tembak saja,"
Sesudah itu, al-Utaibi serta gerombolannya mengatakan Masjid al-Haram sudah disabotase. Momen perebutan Masjid al-Haram berjalan cepat, kira-kira satu jam gerombolan ini sukses kuasai.
Momen ini begitu populer dalam sejarah. BBC membuat dokumentasi dengan judul "Blokade Makkah". Jejak al-Utaibi memang bukan figur yang popular. Sebelum aktif di kegiatan keagamaan serta menentukan beraliran salafi keras, ia sempat ikut serta dalam jual beli barang terlarang.
Genealogi 'pemberontak' mengalir dalam dirinya sendiri. Bapak al-Utaibi merupakan pengikut golongan Ikwan Man Atahallah, yang ikut serta dalam Perang as-Siblah, menantang pendiri Arab Saudi, Abdul Aziz bin Saud.
Al-Utaibi sempat masuk dalam militer Saudi pada umur 18 tahun, namun menetukan pilihan keluar serta mengenyam pendidikan di Kampus Madinah pada 1973. Di sinilah di berjumpa dengan al-Qahthani. Kedua-duanya mempunyai persamaan pemikiran serta mendakwahkan ide mereka pada masjid-masjid kecil di Madinah. Pengikutnya makin banyak serta bergabung dalam satu jamaah yang menyebut diri mereka al-Mutabisah.
Pembaharuan yang dilaksanakan otoritas Kerajaan Saudi, dalam pandangan al-Utaibi, cuma menjauhkan umat dari agama mereka. Hal inilah yang menjadikan al-Utaibi dan kelompoknya berpandangan, haram taati raja serta harus selekasnya mendorong timbulnya al-Mahdi, supaya umat Islam kembali pada agama mereka.
Pada saat keadaan serta situasi genting saat sabotase golongan al-Utaibi, otoritas keamanan Saudi saat itu termasuk sangatlah lambat sebab faktor-faktor diantaranya, kekosongan pejabat militer lantaran tengah berada di luar negeri, sakitnya raja Khalid, serta kurangnya kapabilitas intelijen.
Pihak Keamanan Saudi menduga situasinya biasa saja, cuma masalah kecil keamanaan. Akan tetapi, Pihak Kerajaan betul-betul mengerti keadaan begitu genting, saat satu regu keamanan yang di kirim lakukan penelusuran namun ditembak.
Saudi menerapkan status darurat. Beberapa ribu personil keamanan dikerahkan untuk mengepung Masjid al-Haram. Di hari ke-2 dari sabotase, pesawat jet tempur lalu-lalang diatas Masjid al-Haram.
Kelompok bersenjata tertekan. Mereka bergabung di lantai dasar Masjid al-Haram, mereka membakar karpet serta ban mobil untuk bikin kepulan asap. Beberapa dari gerombolan itu melumuri muka mereka dengan cairan warna hitam.
Sepanjang pengepungan itu, sebelumnya beberapa personil militer benar-benar tidak berani lakukan serangan. Hal ini sebab untuk menjaga kesucian Masjid al-Haram. Jangankan menumpahkan darah manusia, membunuh burung atau hewan apa pun tidak diperbolehkan di masjid ini. Termasuk juga kehadiran orang non-Muslim.
Akan tetapi, Dewan Ulama Saudi, pada akhirnya membuat fatwa bahwa bisa membunuh golongan yang mereka sebut sebagai 'Penjajah Masjid al-Haram'. Fatwa inilah yang pada akhirnya mengakibatkan baku tembak pada kedua pihak. Pihak keamanan Saudi dibantu oleh militer Prancis. Pertarungan dahsyat pun berlangsung.
Saat baku tembak, al-Qahthani tertembak serta diberitakan meninggal. Perihal ini ikut membuat sangsi pengikutnya mengenai kebenarannya menjadi al-Mahdi.
Pertarungan itu berjalan cukuplah alot sepanjang kira-kira 15 hari sampai pada akhirnya gerombolan bersenjata itu menyerah. Mereka kehabisan logistik amunisi serta bahan makanan.
Menurut data resmi Saudi, momen berdarah ini mengakibatkan 255 orang wafat. Akan tetapi, beberapa sumber menyebutkan jumlahnya korban jiwa sampai 1.000 orang sementara 450 orang terluka.
Pemerintah Saudi menjatuhkan sangsi hukuman mati pada 65 gerombolan bersenjata yang tertangkap. Al-Utaibi ialah orang yang pertama-tama dieksekusi mati dari kelompok itu pada 9 Desember 1980.
Sumber: republika. co.id