Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam membangun peradaban bangsa, karena pendidikan menyangkut keseluruhan pengembangan potensi peserta didik, sebagaimana yang dinyatakan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Melalui undang-undang Sisdiknas di atas maka, peran guru bukan saja mentransfer pengetahuan, tetapi juga membimbing dan membina peserta didik untuk memiliki kepribadian dan akhlak mulia sebagaimana cita-cita bangsa. Namun dalam prakteknya guru mengalami banyak kendala dalam membina peserta didik. Beberapa bentuk hukuman disiplin seperti peserta didik dicubit, disuruh hormat bendera atau lari keliling lapangan dianggap sebagai pelanggaran terhadap Hak Asasi Anak, sebagaimana yang disebutkan dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Sehingga ketika anak itu mengeluh kepada orang tuanya maka, mereka melaporkan hal tersebut kepada pihak yang berwajib. Pada akhirnya guru harus berurusan lagi dengan hukum dan dalam beberapa kasus guru kalah dalam persidangan dan dipenjara.
Beberapa bentuk hukuman disiplin yang dilakukan guru kepada peserta didik dan berakhir dipenjara adalah; (1) Muhammad Samhudi, guru SMP Raden Rahmad, Kecamatan Balongbendo Sidoarjo, pada tanggal 14 juli 2016 dituntut pidana penjara enam bulan dengan masa percobaan selama satu tahun, karena mencubit peserta didiknya yang tidak Shalat Dhuha pada tanggal 3 februari 2016 (regional.kompas.com: 2016). (2) Darmawati, guru mata pelajaran agama di SMAN 3 Parepare, Sulawesi Selatan, divonis tiga bulan penjara dengan masa percobaan tujuh bulan oleh Pengadilan Negeri Parepare, pada Jumat, 28 Juli 2017. Darmawati dianggap bersalah karena memukul salah seorang siswi berinisial AY dengan mukena saat waktu salat zuhur tiba (news.okezone.com: 2017).
Kedua kasus di atas hanya sebagai contoh dari daftar panjang guru diproses secara hukum karena hal sepele. Selain itu, ada sebagian orang tua yang masih bersifat “bar-bar”, sehingga ketika anaknya melaporkan tentang hukuman disiplin kepadanya, orang tua tersebut langsung ke sekolah dan melakukan tindakan kekerasan kepada guru yang memberi hukuman disiplin pada anaknya tanpa melakukan musyawarah dengan pihak sekolah.
Hal ini menyebabkan saat ini sebagian guru dalam melaksanakan tugas hanya mengajar saja di kelas tanpa melakukan pembinaan moral. Guru “cuek” dengan keadaan peserta didik karena takut dengan bayang-bayang penjara atau tekanan dari orang tua baik itu secara fisik maupun psikis. Padahal secara yuridis, guru dalam melaksanakan tugas telah dilindungi oleh Undang-undang nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 10 Tahun 2017 Tentang Perlindungan Bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Namun pelaksanaan undang-undang dan peraturan menteri ini belum begitu maksimal.
Olehnya itu perlu dilakukan peningkatan perlindungan profesi guru melalui; (1) Kebijakan pemerintah tentang perlindungan profesi guru yang dapat memberikan rasa aman dan nyaman kepada guru dalam melaksanakan tugasnya. (2) Pendidikan dan pelatihan keprofesian berkelanjutan yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga pendidikan dan organisasi profesi untuk mengasah dan mengembangkan pengetahuan guru dalam mengajar dan mendidik. Melalui pendidikan dan pelatihan keprofesian berkelanjutan ini diharapkan guru mendapatkan beragam informasi dan pengetahuan baru sehingga dapat melakukan inovasi-inovasi dalam proses pembelajaran. (3) Pengembangan model sekolah yang ramah anak agar peserta didik merasa senang dalam belajar, dan tidak ada intimidasi baik secara fisik maupun verbal antara sesama peserta didik atau antara peserta didik dengan pendidik dan tenaga kependidikan. (4) Pelibatan orang tua/wali dalam proses pendidikan di sekolah yang dimaksudkan agar orang tua/wali dapat mengetahui perkembangan anaknya. (5) Sosialisasi undang-undang perlindungan anak, undang-undang guru dan dosen, serta peraturan pemerintah tentang perlindungan pendidik dan tenaga kependidikan kepada warga sekolah (kepala sekolah, pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik) dan orang tua/wali peserta didik serta masyarakat yang berada di sekitar lingkungan sekolah agar memahami dan mengerti tentang perlindungan profesi guru.
Dengan adanya pemberdayaan komponen-komponen pendidikan yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat, maka diharapkan ke depan perlindungan terhadap profesi guru dapat terus mengalami peningkatan agar guru mampu melaksanakan tugas mengajar dan mendidik dengan baik dan peserta didik dapat belajar dengan rasa aman dan nyaman di sekolah.
# Artikel ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk mengikuti kegiatan Bimtek Perlindungan Profesi Guru yang dilaksanakan oleh Kementrian Pendidikan tahun 2019.
Melalui undang-undang Sisdiknas di atas maka, peran guru bukan saja mentransfer pengetahuan, tetapi juga membimbing dan membina peserta didik untuk memiliki kepribadian dan akhlak mulia sebagaimana cita-cita bangsa. Namun dalam prakteknya guru mengalami banyak kendala dalam membina peserta didik. Beberapa bentuk hukuman disiplin seperti peserta didik dicubit, disuruh hormat bendera atau lari keliling lapangan dianggap sebagai pelanggaran terhadap Hak Asasi Anak, sebagaimana yang disebutkan dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Sehingga ketika anak itu mengeluh kepada orang tuanya maka, mereka melaporkan hal tersebut kepada pihak yang berwajib. Pada akhirnya guru harus berurusan lagi dengan hukum dan dalam beberapa kasus guru kalah dalam persidangan dan dipenjara.
Beberapa bentuk hukuman disiplin yang dilakukan guru kepada peserta didik dan berakhir dipenjara adalah; (1) Muhammad Samhudi, guru SMP Raden Rahmad, Kecamatan Balongbendo Sidoarjo, pada tanggal 14 juli 2016 dituntut pidana penjara enam bulan dengan masa percobaan selama satu tahun, karena mencubit peserta didiknya yang tidak Shalat Dhuha pada tanggal 3 februari 2016 (regional.kompas.com: 2016). (2) Darmawati, guru mata pelajaran agama di SMAN 3 Parepare, Sulawesi Selatan, divonis tiga bulan penjara dengan masa percobaan tujuh bulan oleh Pengadilan Negeri Parepare, pada Jumat, 28 Juli 2017. Darmawati dianggap bersalah karena memukul salah seorang siswi berinisial AY dengan mukena saat waktu salat zuhur tiba (news.okezone.com: 2017).
Kedua kasus di atas hanya sebagai contoh dari daftar panjang guru diproses secara hukum karena hal sepele. Selain itu, ada sebagian orang tua yang masih bersifat “bar-bar”, sehingga ketika anaknya melaporkan tentang hukuman disiplin kepadanya, orang tua tersebut langsung ke sekolah dan melakukan tindakan kekerasan kepada guru yang memberi hukuman disiplin pada anaknya tanpa melakukan musyawarah dengan pihak sekolah.
Hal ini menyebabkan saat ini sebagian guru dalam melaksanakan tugas hanya mengajar saja di kelas tanpa melakukan pembinaan moral. Guru “cuek” dengan keadaan peserta didik karena takut dengan bayang-bayang penjara atau tekanan dari orang tua baik itu secara fisik maupun psikis. Padahal secara yuridis, guru dalam melaksanakan tugas telah dilindungi oleh Undang-undang nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 10 Tahun 2017 Tentang Perlindungan Bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Namun pelaksanaan undang-undang dan peraturan menteri ini belum begitu maksimal.
Olehnya itu perlu dilakukan peningkatan perlindungan profesi guru melalui; (1) Kebijakan pemerintah tentang perlindungan profesi guru yang dapat memberikan rasa aman dan nyaman kepada guru dalam melaksanakan tugasnya. (2) Pendidikan dan pelatihan keprofesian berkelanjutan yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga pendidikan dan organisasi profesi untuk mengasah dan mengembangkan pengetahuan guru dalam mengajar dan mendidik. Melalui pendidikan dan pelatihan keprofesian berkelanjutan ini diharapkan guru mendapatkan beragam informasi dan pengetahuan baru sehingga dapat melakukan inovasi-inovasi dalam proses pembelajaran. (3) Pengembangan model sekolah yang ramah anak agar peserta didik merasa senang dalam belajar, dan tidak ada intimidasi baik secara fisik maupun verbal antara sesama peserta didik atau antara peserta didik dengan pendidik dan tenaga kependidikan. (4) Pelibatan orang tua/wali dalam proses pendidikan di sekolah yang dimaksudkan agar orang tua/wali dapat mengetahui perkembangan anaknya. (5) Sosialisasi undang-undang perlindungan anak, undang-undang guru dan dosen, serta peraturan pemerintah tentang perlindungan pendidik dan tenaga kependidikan kepada warga sekolah (kepala sekolah, pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik) dan orang tua/wali peserta didik serta masyarakat yang berada di sekitar lingkungan sekolah agar memahami dan mengerti tentang perlindungan profesi guru.
Dengan adanya pemberdayaan komponen-komponen pendidikan yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat, maka diharapkan ke depan perlindungan terhadap profesi guru dapat terus mengalami peningkatan agar guru mampu melaksanakan tugas mengajar dan mendidik dengan baik dan peserta didik dapat belajar dengan rasa aman dan nyaman di sekolah.
# Artikel ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk mengikuti kegiatan Bimtek Perlindungan Profesi Guru yang dilaksanakan oleh Kementrian Pendidikan tahun 2019.